Di dalam sebuah toko kecil di sisi timur Canal de Lachine, Montreal, saya menghela nafas lega ketika seorang pramusaji meletakkan botol berat berwarna cokelat-kehitaman di atas meja saya.
Bulir-bulir embun bergulir di sisinya, membangkitkan rasa simpati yang aneh karena menemukan seorang kawan yang 'berkeringat' sebanyak saya.
Sejauh ini, saya mendapati pengaruh Eropa di kota terbesar Quebec cukup menarik: obrolan dalam bahasa Prancis di kafe-kafe; brioche yang baru dipanggang untuk sarapan; lantunan pengamen jazz pinggir jalan melayang di udara musim panas.
Akan tetapi, meski biasanya saya menganggap hal itu mengagumkan, satu-satunya kepekaan Eropa yang saat ini tidak saya nikmati adalah AC. Saya berkunjung di tengah salah satu gelombang panas terburuk di Montreal dalam puluhan tahun.
Saya pun mengangkat botol itu dan menuangkan isinya ke gelas yang dingin. Minuman yang jernih dan berbuih itu membentuk sedikit busa di permukaannya sebelum sampai ke bibir saya.
Ketika saya dengan tak sabar mengambil tegukan pertama, saya langsung dihantam dengan rasa tumbuhan rujung (konifer) yang khas dan menggigit — seperti pohon Natal yang diseduh. Inilah pengalaman pertama saya mencoba bière d'épinette, atau bir cemara.
Meski disebut sebagai bir, minuman ini tidak mengandung banyak alkohol; ia lebih mirip root beer (minuman ringan khas Amerika Utara) daripada lager atau ale.
Namun demikian, pada hari yang begitu terik, tidak berlebihan rasanya jika dikatakan bahwa minuman ini menyelamatkan nyawa saya. Dan memang, menurut legenda, bir ini punya reputasi sebagai penyelamat nyawa orang.
Dany Roy adalah pemilik dan pembuat bir cemara di toko kecil 'Paul Patates'. Meskipun bir cemara yang diproduksi pabrik tersedia di banyak supermarket Kanada, bir buatan Roy telah mendapatkan status legendaris di kalangan penduduk setempat.
Sejauh yang ia tahu, restoran Roy adalah salah satu dari sedikit tempat yang tersisa di Kanada di mana orang dapat menemukan bir cemara produksi rumahan yang otentik.
Difermentasi dan dibotolkan di sebuah ruangan kecil di belakang toko, bir cemara Roy masih dibuat 'cara lama', melalui fermentasi dan ragi (meskipun prosesnya dihentikan ketika alkoholnya mencapai tingkat minimal).
Meski resepnya relatif tidak berubah selama satu abad terakhir, Roy mengklaim bahwa kisah tentang asal-usul bir cemara merentang lebih jauh lagi.
"Pertama-tama, kita semua tahu bahwa bir cemara dibuat oleh [para penduduk asli]. Mereka menggunakannya sebagai obat," Roy menjelaskan.
Tentu saja, bir cemara yang dibuat orang-orang First Nations sangat berbeda dari minuman bersoda yang dijual di toko Roy. Minuman mereka adalah ramuan yang dibuat dengan merebus kulit pohon dan daun dari pohon konifer itu.
Salah satu tulisan pertama tentang minuman ini dan klaim tentang khasiat pengobatannya datang dari catatan seorang navigator Prancis bernama Jacques Cartier.
Dalam catatan perjalanan Cartier di sungai St Lawrence pada musim dingin tahun 1536, seorang awak kapal tak bernama menulis tentang serangan penyakit Skorbut, disebabkan kekurangan vitamin C, yang mengacaukan ekspedisi.
"Penyakit itu menyebar di antara kami dengan gejala yang paling luar biasa," kata si penulis.
"Beberapa orang kehilangan semua kekuatan mereka, kaki mereka menjadi bengkak dan meradang, sementara urat-urat meregang dan berubah menjadi hitam seperti batu bara."
"Dari 110 orang di dalam kelompok kami, tidak sampai ada 10 orang yang cukup sehat sehingga tidak ada yang bisa membantu yang lain, suatu pemandangan yang menyedihkan mengingat tempat kami berada."
Tepat ketika situasi mencapai titik terburuk bagi Cartier dan para awaknya, pertolongan datang dari penduduk lokal suku Iroquis dalam bentuk ramuan penyelamat.
Dibuat dari rebusan kulit pohon dan dedaunan tumbuhan runjung setempat, ramuan itu dilaporkan berhasil menyembuhkan setiap orang yang cukup berani untuk mencobanya.
"Sebuah pohon paling besar dan paling tinggi yang pernah saya lihat digunakan sampai habis," kata tulisan itu, "dan memberikan hasil yang jika semua dokter di Louvain dan Montpellier ada di sana, dengan semua obat di Alexandria, mereka tidak dapat melakukan dalam setahun apa dilakukan pohon ini dalam delapan hari."
Pohon itu dinamai 'Anneda' oleh penduduk lokal, tapi spesies tepatnya masih misteri, meski diduga sebagai cedar putih atau cemara balsam. Apapun spesiesnya, pohon-pohon evergreen (yang hijau sepanjang tahun) memiliki kandungan vitamin C yang sangat besar di daunnya.
Meskipun ramuan yang dijelaskan di catatan perjalanan Cartier lebih pantas disebut teh herbal daripada minuman bersoda yang dijual Roy, Roy menganggapnya sebagai salah satu bentuk awal bir cemara modern.
"Di situlah awal mulanya," kata Roy. "Setelah itu, orang-orang mengubahnya. Mereka mulai memfermentasikannya."
Versi fermentasi dari bir cemara pun sempat tenar, dikenal banyak orang setelah dipuji dan dipopulerkan oleh ahli gizi terkenal James Lind dalam makalahnya Treatise on Scurvy (Risalah tentang Skorbut) yang diterbitkan pada 1753.
Setelah mengamati efeknya pada pelaut yang menderita skorbut, Lind pun menulis: "Bir cemara, dibuat dari cemara hitam, baik segar maupun yang sudah dikeringkan, atau dari sarinya, adalah obat yang sangat bagus. Bir ini harus diminum setiap hari, dan bagian tubuh yang terkena skorbut harus dibasuh dengan ini setiap malam dan pagi hari."
Tulisan Lind menginspirasi Angkatan Laut Inggris untuk menjadikan minuman ini sebagai ransum standar untuk perjalanan laut yang panjang. Minuman ini bahkan mendapat pujian dari Kapten Cook dalam catatan tentang perjalanannya ke seluruh dunia.
Resep yang Cook ciptakan sendiri, yang ia tulis dalam volume pertama Perjalanan ke Kutub Selatan dan Keliling Dunia, menyebutkan rebusan cabang pohon cemara dan daun teh rebus, dengan tambahan molase dan ragi untuk memulai proses fermentasi.
Dia mendapati minuman itu sangat efektif sehingga dalam tulisan-tulisan kemudian ia menyertakannya dalam rejimen harian untuk 'menghapus semua bibit skorbut dari kami semua'.
Bagaimanapun, meski daun cemara kaya gizi, sekarang diketahui bahwa kandungan Vitamin C di dalamnya berkurang siginifikan dengan perebusan dan nyaris tidak ada sama sekali setelah lama difermentasi.
Jadi berbeda dari pengalaman Cartier, minuman beralkohol yang dibuat Cook dan Lind mungkin tidak berkhasiat sebagai penyembuh.
Bir versi modern buatan Roy adalah bentuk adaptasi, karena ia tidak lagi merebus tangkai cemara tetapi malah menggunakan sari cemara, yang menurutnya membuat rasa birnya lebih murni.
Namun, meskipun metode resep dan persiapan telah berubah sejak zaman Cartier, mitos seputar kualitas penyembuhan bir cemara masih bertahan.
"Saya tidak bisa bilang kalau ini (bir cemara) berkhasiat menyembuhkan, tapi yang jelas, orang-orang yang datang ke sini pada musim dingin bersumpah kalau mereka tidak kena pilek, hanya karena mereka minum bir cemara," kata Roy, dengan nada skeptis dalam suaranya.
Meskipun kehebatan bir cemara mungkin tidak akan pernah mencapai kemasyhuran internasional, itu tetap populer di Kanada — khususnya di Quebec, seperti dijelaskan Roy. "Orang-orang di sini biasa menjerangnya di bak mandi mereka, dulu di tahun 20-an dan 30-an," kata Roy.
"Setelah selesai menjerang, mereka menaruhnya di botol-botol berat, biasanya Champagne, dan membawanya ke atap rumah untuk difermentasi. Ketika botol-botol mulai meletup, itulah tandanya bir cemara sudah siap. "
Bir cemara buatan Roy telah menjadi ikon budaya. Ayah Roy, Paul, membuka restoran pada 1950-an, tetapi resep yang digunakan Roy sudah ada sejak 1800-an.
Tanpa menggunakan mesin-mesin pabrik atau karbonator, Roy bekerja membuat bir sendirian di sebuah ruangan kecil di belakang restoran.
Ia sangat tertutup tentang prosesnya, tetapi ia mengungkap dua bahan utamanya kepada saya: minyak yang diekstrak dari cemara hitam, seperti yang direkomendasikan Lind; dan air dari Montreal, yang menurut Roy memiliki tingkat kemurnian yang tepat untuk menghasilkan rasa unik bir cemaranya.
Bagi warga di luar Montreal yang berharap untuk mencicipi minuman legendaris ini, pilihannya tidak banyak. Bir cemara Roy tidak tahan lama, jadi harus dinikmati dalam keadaan segar.
Terlebih lagi, botol-botol cokelat yang berat itu bukan sekadar pertunjukan; mereka adalah satu-satunya botol yang cukup kuat untuk menahan tekanan yang terbentuk selama fermentasi, tetapi jika temperaturnya tidak dijaga dengan baik, mereka bisa meledak.
Supaya bisa dikirimi bir cemara ini secara khusus, kata Roy, pelanggan harus berada dalam situasi yang khusus juga.
"Dulu ada seorang pria di Newfoundland yang sekarat karena kanker. Permintaan terakhirnya adalah mencicipi bir cemara asli sekali lagi, jadi istrinya menghubungi saya," kenang Roy.
"Biasanya sulit untuk mengirimnya dengan pesawat karena tekanannya, tetapi saya menelepon beberapa orang dan ada seorang pilot yang setuju untuk menyimpan botolnya di kokpit. Akhirnya, si pria itu bisa merasakannya lagi sebelum ia meninggal dunia. Itu sekali-kalinya kami mengirimnya dengan cara ini."
Bagi kebanyakan orang, perjalanan ke Montreal adalah satu-satunya hal yang perlu mereka lakukan untuk mendapatkan bir cemara asli.
Meskipun tidak ada jaminan bahwa minuman ini dapat menyembuhkan penyakit apa pun, ia masih menawakan kesegaran pohon cemara di tengah hari musim panas di Kanada.
Anda bisa membaca versi bahasa Inggris artikel ini, Canada's Christmas tree in a bottle, di BBC Travel.
https://www.bbc.com/indonesia/vert-tra-46690876Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menikmati 'minuman pohon natal' di Kanada - BBC Indonesia"
Post a Comment